Senin, 06 September 2010

Keberuntungan: Buah dari Kesabaran



Rasanya familiar mungkin saat mendengar kalimat ‘The Old Man and The Sea’. Bagaimana tidak, karya Ernest Hemingway ini begitu menyita perhatian dunia. Penghargaan Pulitzer tahun 1953 untuk kategori fiksi berhasil disabet oleh Hemingway melalui karyanya ini. Ia juga memperoleh Award of Merit Medal for Novel dari American Academy of Letters di tahun yang sama. Puncaknya, ia memperoleh Penghargaan Nobel Sastra tahun 1954 untuk keahliannnya yang luar biasa pada seni narasi di karyanya yang terakhir ini.

Mengapa kisah lelaki tua dan laut ini begitu sensasional? Tidak saja sensasional di kalangan dunia sastra, tapi kisah ini pun memang inspirasional. Ada kesabaran, ketabahan, kebersahajaan, kekuatan untuk selalu berpikir positif, semangat, dan kekuatan hati yang tak henti di kisah ini. Nelayan tua yang berjuang 84 hari hanya menghasilkan tangan kosong, tapi ia tak menyerah, berhari-hari ia berjuang di laut lepas.

Kisah yang terekam di 132 halaman ini terlalu panjang untuk di sebut cerpen, tapi terlalu pendek bila disebut novel, maka karya Hemingway ini disebut novella (novel pendek). Ini telihat dari penyajiannya yang tidak dibatasi oleh bab-bab buku.
Adalah Santiago seorang nelayan tua yang telah melaut selama 84 hari tanpa mendapat seekor ikan pun. Karena tampaknya ia sangat sial, muridnya Manolin dilarang oleh orang tuanya untuk pergi melaut lagi dengan lelaki tua itu. Lantaran Manolin begitu berdedikasi pada Sntiago, ia tetap mengujungi gubuknya, mengantarkan makanan, dan membicarakan tim baseball Amerika favorit mereka. Santiago memutuskan untuk berlayar di hari berikutnya. Hari ke-85. Ia yakin ia bisa beruntung mendapatkan ikan di hari itu.

Tak banyak bekal yang ia bawa hari itu. Ia berbekal keyakinan dan tekad yang kuat serta kesabaran yang tak pernah luntur. Ia pun tak akan menyangka akan mendapatkan hal yang luar biasa di hari itu. Dari 3 umpan yang ia lepas, akhirnya 1 umpan dibabat habis oleh ikan terbang. Olehnya ikan ini dijadikan bekal untuk makan malam. Ia masih menunggu, menunggu ikan lain melahap umpannya.

Saat laut masih tenang, ada yang menggerakkan tali pancingnya. Ia terkejut, senangnya alang kepalang. Ketika ia menarik tali tersebut, ikan berontak. Nampaknya ikan itu besar, ia terus menarik tali agar ikan itu bisa mendekat dan ia tangkap. Tapi yang ada, perahu kecilnya tertarik oleh ikan itu. Ternyata yang ia tangkap adalah ikan marlin raksasa. Panjangnya 18 kaki dari hidung sampai ekor. Lebih panjang dari perahu yang ia pakai. Kewalahan ia menghadapi ikan tersebut.

Dibiarkannyalah ikan tersebut menarik perahunya. Selama 3 kali matahari terbit dari timur, ia tetap memegangi tali pancing. Sampai kram dan penuh luka tangannya dibuat oleh ikan marlin itu. Berkali-kali ia merendam tangannya yang terluka di air laut agar bisa pulih kembali. Tapi ternyata ikan pun sudah lelah, ia berenang mengelilingi perahu kecil Santiago. Ditariklah tali yang memerangkap moncong panjang ikan tersebut, setelah mendekat baru ia bisa menghunuskan seruit pada tubuhnya hingga mati.

Tak hanya sampai disitu perjuangan Santiago. Seruit yang ia hunuskan ke tubuh marlin raksasa tersebut menimbulkan genangan darah yang cepat atau lambat akan mengundang hiu-hiu yang lapar. Maka pertarungan pun masih berlangsung, kali ini dengan hiu-hiu yang ingin mencaplok daging segar marlin raksasa. Saking besarnya ikan tersebut hingga tak dapat dinaikkan ke atas perahu. Hanya diikatkan ke badan perahu saja sehingga begitu mudah bagi hiu-hiu untuk menikmati daging segar.

Tak terima dengan penyerangan tersebut,lelaki tua terus melawan dan ia berhasil membunuh beberapa ekor hiu. Walau saat ia sampai ke pantai, hanya tinggal tersisa tulang belulang yang amat besar dari ikan marlin raksasa tersebut.

Kisahnya sederhana, tapi penjabaran dari Ernest Hemingway mengenai lelaki tua ini begitu hidup, seakan kita tersedot ke dalam buku dan menyaksikan sendiri adegan yang dimainkan oleh lelaki tua tersebut bersama ikan marlin raksasa. Rasa sakit yang menyelimuti dirinya selalu bisa diatasi dengan baik. Ia selalu memandang kejadian yang terjadi pada dirinya saat itu dengan rasa syukur. Ia tetap bertekad untuk dapat menyelesaikan semuanya dengan baik, bahwa ia masih bisa berlayar dan menangkap ikan layaknya nelayan tangguh walau ia sudah tua.

Novella ini layak menjadi daftar rekomendasi buku yang harus dibaca. Selain karena memang sudah diakui sebagai karya yang ‘go internasional’, banyak yang bisa dipetik dari kisah lelaki tua ini. Memang mungkin bagi beberapa orang yang kurang suka karya terjemahan, akan agak sulit untuk sekaligus paham dari tiap kata dari kisah ini. Tapi, tak ada salahnya mengenal karya sastra dunia.

The Old Man and The Sea ditulis di Kuba pada tahun 1951 dan diterbitkan pertama kali oleh penerbit Charles Scibner’s Sons pada 8 September 1952. Novella ini menjadi karya fiksi terakhir yang dihasilkan Hemingway dan diterbitkan sewaktu ia hidup. Ia sendiri bunuh diri pada pagi hari 2 Juli 1961, dengan sebuah senapan yang ditembakkan ke kepalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar