Minggu, 19 Agustus 2007

Surat Buat DA

 
Garut, 15 Juli 2007

Assalamu’alaikum Wr Wb…
Sudah 4 tahun saya mencari dan menerima kehidupan di Ma’had Darul Arqam. Masih sedikit pengalaman yang saya miliki. Mungkin waktu saya hanya 2 tahun lagi. Bukan waktu yang lama jika dijalani di sini. Walaupun begitu, hidup saya selama 4 tahun bukanlah tanpa sesuatu yang berkesan dan ganjalan. Maka, dengan suka cita saya tulis kesan dan ganjalan saya ini dalam bentuk surat. Terima kasih untuk Bapak dan Ibu yang telah bersedia membacanya. Surat ini hanya sekedar untuk berbagi rasa berbagi cerita saja. Rasa dan cerita dari seorang santriwati Darul Arqam. Mungkin ini bisa mewakili rasa dan cerita dari santri lainnya.

Awalnya saya bukan pelajar yang berprestasi. Saya hanya pelajar biasa yang meneruskan sekolahnya ke pesantren. Otomatis statusnya pun berubah menjadi santri. Saya bukan santri yang sering menaati peraturan. Kadang saya berfikir peraturan itu untuk di ‘langgar’. Saya pusing dengan banyaknya peraturan yang harus ditaati. Mabal dan kabur. Saya sudah sering dengar istilah-istilah itu, tapi saya baru mempraktikkannya di sini. Anehnya, teman-teman saya menganggap hebat jika ada yang bisa melakukannya dengan baik−baca: professional. Kenapa ya?
Setahu saya, saya di sekolahkan di sini agar saya tidak jadi badung. Saya tidak menganggap apa yang saya lakukan itu hal yang badung. Kadang saya butuh hal-hal seperti itu.

Pelajaran yang sebenarnya menyenangkan terasa membosankan setelah dibimbing oleh guru yang killer dan ngeboringin. Ingin saya tetap bertahan di kelas, berusaha menangkap apa yang disampaikan dengan penuh konsentrasi, tapi hanya gerutuan yang keluar. Kesal pada guru itu−kenapa harus kesal? Menggerutu pada pelajaran yang tak menyenangkan dan penyampaiannya yang membosankan. Daripada menambah dosa karena hal yang konyol, saya izin ke kamar mandi dan tak kembali. Saya tak sepenuhnya salah kan? Saya hanya tak ingin menambah dosa dengan gerutuan saya di kelas.
Aktifitas menumpuk bukan hal aneh disini. Pikiran dan tenaga di kuras dari pukul 05.00 sampai pukul 21.00. Lelah. Kata yang tepat untuk sedikit bisa mewakili apa yang saya rasakan. Alunan lagu dari MP3 dan sinetron yang diputar di televisi tak cukup menyegarkan pikiran. Ingin rasaya saya keluar sesaat dari keadaan ini dengan pergi tanpa izin−kabur. Saya takut tak diizinkan jika keluar pondok sore hari. Hanya ingin menghibur diri saja. Sebenarnya hal ini salah, tapi saya tak ingin terlalu menyalahkan diri sendiri. Saya hanya manusia biasa yang punya rasa penasaran dan punya dosa. Saya hanya anak baru gede yang masih mencari arti kehidupan dan tak ingin di kekang atau dilarang. Hanya perlu diarahkan.

Masa transisi itu memang sulit. Penyesuaian terhadap sistem dan peraturan baru itu tak mudah. DA butuh penyegaran dari ulah-ulah yang dilakukan para santri−sedikitnya seperti apa yang pernah saya lakukan−dan kongkalikong yang tak bertanggung jawab. DA sedang sakit. Sekarat, nyaris mati. DA milik kita. DA harus sembuh. Saya tak mau DA benar-benar hancur Karena tak banyak yang bisa dilakukan. Saya tak bisa bertindak sendiri, saya perlu bantuan. DA butuh bantuan. Bantuan dari berbagai pihak, aparatur pondok, guru, alumni, santri, bahkan pekerja. Kekacauan yang terjadi disini akibat kesalahpahaman antara satu dengan yang lain. Kenapa kita tidak mencoba menyatukan pemahaman dan satukan misi kita untuk membangun kembali DA? Bantu saya. Saya ingin DA kembali berkembang dan harum namanya. Lebih harum dibandingkan dulu.
4 tahun itu waktu yang cukup untuk punya rasa memiliki terhadap DA. DA sekolah luar biasa dan penuh warna yang selalu bisa meninggalkan kesan di hati para santri dan alumninya. Benar kan? Saya tak ingin sekolah saya disini jadi sia-sia.. Setidaknya ada yang bisa saya lakukan bagi pondok.

Bisakah kita semua bersatu dan memperbaiki keadaan? Tak ada yang terlambat selama kita mau berusaha. Saya yakin DA bisa jadi seperti dulu. Sayang sekali jika bangunan-bangunan megah yang sudah dan sedang dibangun dibiarkan begitu saja. Dibiarkan hanya sebagai tempat belajar yang bukan belajar. Dibiarkan penuh coretan tanpa membuat pemikiran santri lebih kreatif. Hanya kita yang bisa membuat DA tidak jadi sia-sia. Hanya kita.

Wassalamu’alaikum