Televisi sekarang sudah menjadi suatu kebutuhan pokok bagi masyarakat. Segala hiburan dan berita berkumpul di dalam kotak ajaib ini. Orang-orang mengorbankan hal yang lebih penting hanya untuk menikmati acara-acara yang ditayangkan di televisi. Tak jarang sampai tugas pokok pun ditelantarkan. Bahkan anak-anak sekali pun.
Bagi anak-anak, televisi menjadi cara ampuh untuk menghibur diri dikala mereka tidak bisa bermain dengan teman sebaya mareka. Bermain dengan televisi lebih baik dari pada bermain di luar dengan teman sebaya. Ditunjang dengan film-film kartun di berbagai stasiun televisi yang bagaikan cendawan di musim hujan. Tak heran jika mereka sering menolak ajakan orang tua.
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia – YKAI menghitung, sepanjang minggu kedua bulan Juli 2005, jumlah program anak-anak di semua stasiun televisi swasta mencapai 123 program. Jika dibagi jam, mencapai 180 jam. Jumlah ini, menurut Kepala Bagian Kajian Anak dan Media YKAI Guntarto, cukup tinggi. Dengan program-program sebanyak itu, orang tua tentu saja sulit untuk bisa selektif menyeleksi program anak yang kurang baik, sehingga sang anak akan bebas melahap kekerasan yang tersembunyi dalam kocaknya film kartun. Menurut Guntarto juga, hanya sekitar 10 persen saja yang aman bagi anak-anak. Beberapa penelitian menunjukan peningkatan yang cukup meyakinkan dari tahun ke tahun. Tercatat sekarang ini anak pada usia Sekolah Dasar menonton televisi antara 30 hingga 35 jam setiap harinya. Itu berarti mereka bisa menonton 4 hingga 5 jam pada hari-hari biasa dan 8 hingga 9 jam pada hari Minggu. Angka yang amat tinggi untuk ukuran anak-anak. Padahal, menurut psikolog yang biasa mengasuh rubrik Anda dan Buah Hati di sebuah majalah keluarga, Evi Elvianti untuk anak-anak sampai 12 tahun, rentang waktu menonton televisi adalah 1 hingga 2 jam saja. Evi juga mengingatkan agar anak usia dibawah 2 tahun, sebaiknya jangan dibiarkan terbiasa menonton televisi. Dampak pola menonton televisi yang tidak terkontrol, dapat membuat anak-anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada tingkat tinggi. Selain itu juga akan mengurangi pemahaman anak tentang kesuksesan. Di dalam televisi, mereka biasa melihat orang-orang kaya tampan dan cantik,namun mereka tidak akan mengerti dalam kehidupan nyata untuk mencapai proses tersebut.
Program layak tayang memang amat sedikit akhir-akhir ini. Diperparah pula dengan acara-acara “seragam” seperti yang berbau supranatural, film komedi yang menjurus kepada seks dan reality show dalam berbagai bentuk. Sebuah survei yang pernah dilakukan Los Angles Times membuktikan, 4 dari 5 orang Amerika menganggap kekerasan di televisi mirip dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu, amat berbahaya jika anak-anak sering menonton tayangan televisi yang mengandung unsur kekerasan.
Ada dampak negatif, ada pula dampak positif. Walaupun hanya 10 persen tayangan yang aman, itu cukup untuk memenuhi informasi dan hiburan bagi anak-anak. Tayangan yang baik bagi anak adalah tayangan yang bisa memberi hiburan cukup dan bisa merangsang kreatifitas anak tanpa membuang kemampuan berfikir dan berimajinasi. Tetapi sebaik apapun tayangan tersebut, sebesar apapun rangsangan kreatifitas dan imajinasi yang diberikan, jika jadwal menonton anak berlebihan maka dampak negatiflah yang berimbas pada anak.
Ketua Yayasan Buah Hati, Elly Risman mengatakan, tayangan televisi memengaruhi perkembangan kecerdasan, kemampuan berpikir dan imajinasi anak yang disebabkan kehadiran 2 stimulus terus-menerus melalui bunyi dan gambar. Akibatnya kemampuan anak untuk berkonsentrasi menjadi pendek yaitu sekitar 2 hingga 7 menit. Selain itu juga dampak yang lebih buruk adalah meningkatnya agretivititas dan kematangan seksual secara lebih cepat dan sebagainya.
YKAI membagi tayangan anak-anak itu ke dalam kategori aman, biasa-biasa saja dan kategori yang sebaiknya tidak ditonton. Tayangan yang sebaiknya tidak ditonton adalah tayangan yang di dalamnya terdapat adegan kekerasan, anti sosial, intrik, dan hal-hal lainnya yang tidak pantas ditonton anak-anak, tapi disajikan sebagai program anak-anak. Entah berbentuk kartun atau para pemainnya adalah anak-anak. Tanda BO untuk Bimbingan Orang tua juga dilihat tidak efektif untuk membagi tayangan-tayangan yang pantas untuk anak-anak. Tayangan-tayangan yang sebenarnya tidak pantas untuk anak-anak dicantumkan tanda BO atau SU untuk Semua Umur. Hal itu menimbulkan kesalahan yang amat fatal karena dengan itu anak-anak bisa bebas menonton selama tandanya bukan R untuk Remaja atau D untuk Dewasa.
Menuntun anak untuk bisa mengerti dan mengurangi tontonan yang sekiranya kurang layak memang sulit. Karena selain terkadang tidak disadari orangtua, anak pun menganggap film-film tersebut sah-sah saja untuk ditonton dan tidak memahami jika isi di dalamnya kurang pantas untuk mereka tonton. Mereka hanya beranggapan bahwa film-film kartun memang selamanya film yang dipersembahkan bagi anak-anak tanpa akan menimbulkan dampak negatif yang tidak disadari. Hal tersebut juga tentunya dialami juga oleh saya selaku anak-anak. Terutama saat saya masih bersekolah di sekolah Dasar. Sekarang seiring bertambah dewasa, sedikitnya saya mulai bisa membedakan mana film yang baik dan buruk juga pantas atau tidak untuk ditonton. Walau terkadang memang sulit untuk beranjak dari depan televisi jika sudah menonton.
Kini yang bisa diandalkan adalah peran orang tua yang merupakan orang terdekat pada diri anak. Sulit memang menentukan film yang berkulitas dan kita juga tidak bisa menuntut pemerintah untuk membantu dan memberikan subsidi program-program televisi yang sehat dari anggaran belanja negara. Namun sekiranya orang tua bisa membatasi dampak negatif yang berimbas kepada anak dengan melakukan hal-hal berikut :
Ikut menonton
Untuk bisa memilah acara yang sesuai bagi anak, sekiranya orang tua harus bisa mengerti jalan cerita film-film uang ditonton anak. Walaupun tidak secara detil. Menurut Guntarto saat mendampingi anak-anak ada 3 hal yang bisa dilakukan, yaitu eksplanasi atau penjelasan mengenai motif yang mendasari perbuatan, konfirmasi berupa penegasan dari mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, reinforcemant atau penguatan terhadap hal-hal baik-buruk, baik-salah. Misalnya dengan memuji tokoh yang melakukan tindakan baik
Memahami isi cerita
Usai menonton televisi orang tua dan anak dapat melakukan semacam diskusi mengenai acara yang baru ditonton. Dari diskusi tersebut, orang tua dapat menyampaikan pesan-pesan yang terkandung dan menjelaskan ide-ide yang ada di balik tayangan tersebut.
Memilih acara
Pilih acara yang sesuai dengan usia anak. Misalnya anak hanya boleh menonton acara khusus anak-anak atau film-film yang sifatnya keluarga dan dapat ditonton bersamasama.
Melakukan penjadwalan
Menonton televisi bagi anak diusahakan jangan lebih dari jam belajar mereka. Jika mereka belajar selama 2 jam maka maksimal mereka boleh menonton tidak lebih dari 2 jam. Pengecualian dapat diberikan pada hari libur. Selain itu yang perlu diperhatikan jam menonton televisi yang aman bagi anak adalah antara pukul 15.00.sampai 18.00 karena di atas jam tersebut lebih banyak tayangan untuk dewasa.
Posisi menonton
Sebaiknya posisi televisi sejajar dengan mata penontonnya hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi pengaruh cahaya yang keluar dari tabung televisi yang amat kuat. Penerangan juga perlu diperhatikan. Lampu harus cukup terang dan terletak di atas ruangan bukan dibelakang televisi. Kemudian jarak menonton yang aman adalah 5 kali lebar diagonal layar televisi. Misalnya untuk televisi ukuran 14 inch jarak amanya sekitar 1,75 m, sedangkan untuk televisi berukuran 20 inch sekitar 2,5 m. begitu seterusnya.
Posisi televisi sebaiknya jangan diletakkan di tempat yang biasa digunakan untuk belajar. Letakkanlah televisi di ruang keluarga atau di ruang tengah agar memudahkan pengawasan. Penempatan televisi di kamar pun sebaiknya tidak dilakukan karena akan mempersulit pengawasan. Kemudian, hindari menonton televisi sambil belajar atau mengerjakan pekerjaan rumah.
Gambar: www.deviantart.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar